(eh, Hai! Monggo, mari belajar bareng. Kalau ada kesalahan atau masukan, monggo comment aja)
Lingkup media sudah tidak asing di dengar oleh masyarakat sekitar,
termasuknya Indonesia. Masuknya akses internet dan komputer di Indonesia sekita
tahun 1990-an menjadi awal terjangan hidupnya interaksi virtual masyarakat. Kehidupan
itu tak terkalahkan dengan bertambahnya ruang-ruang aplikasi seperti face-book,
twiiter, we chat, hingga snapchat dan instagram yang menjadi hype
sekarang ini. Dengan hal itu membawa dampak besar tertama besarnya ekspose
lingkungan sekitar kita. Dari manusia atau diri kita/self yang di ekspose
di internet, lingkungan seperti loka wisata agar menambah populasi mengunjung,
dan ekspose peristiwa menarik. Semua dalah dengan tujuan komunikatif dan
informatif. Eksopse tersebut dengan maksud untuk memperkenalkan siapa
diri kita, ada apa di lingkungn sekitar kita hingga fenomena menarik yang kita
ketahui.
Penggunaan telekomunikasi mulai masif di awal 2000an yaitu sekitar 66%
di tahun 2003 dan ditahun 2004 75%. Hadirnya-pun membawa pengaruh pada pola
pikir masyarakat, kehidupan masyarakat dan terutama budaya masyarakat. Internet
diidentifikasikan dengan media-media sebagai ruang membagiakan informasi. Jika dahulu
belum adanya internet, kita menggunakan media konvensional seperti televisi dan
radio, media cetak seperti surat kabar, dan sekarang adalah media massa yang
penggunaan khalayaknya masif dan bisa dibilang sebagai masyarakat maya.
Dengan media sebanyak itu dan ribuan konten didalamnya maka ada
banyak peluang manusia untuk membangun isi media sebagai konstruksi tipu daya
masyarakat. Mengapa seperti itu?
Platform yang kita anggap sebagai Tuhan adalah “Google”. Mengapa seperti
itu? Karena sekarang akses apapun kita di Tuhankan olehnya dan kepercayaan kita
sepenuhnya adalah hasil penelusuran Google. Semua aplikasi atau platform
lainnya harus menyambungkan akses kepada Google dan secara tidak langsung kita
membuat akun atau identitas menggunakan email untuk dapat menikmati
aplikasi yang kita inginkan. Satu akun mengarah ke berbagai situs misal ke facebook,
instagram, twitter, snapchat dan lain lain. Dengan begitu adanya konstruksifitas
identity atau aktifitas membangun identitas di media. Perkembangannya juga
melahrikan manusia dengan karya progemer (bug hunter) yaitu sebagai gate
atau penjaga satu website atau platform agar informasi di dalamnya tidak bocor
secara ilegal. Sementara itu dalam suatau akun yang telah kita jalankan maka
hsitory atau penjelajahan kita akan terekam didalamnya. Dan tidak diragukan
lagi, perkerjaan di platform Google sangat besar, karena menjaga jutaan bahkan
triliunan akun atau informasi didalamnya.
Seperti yang dikatakan diatas hadirnya internet membawa banyak
perubahan, salah satunya pola pikir atau mainset dan budaya masyarakat. Misalnya
saja, adanya perubahan telekomunikasi didasari dari pola pikir masyarakat yang
tidak pernah puas. Maka dibuatlah inovasi-inovasi baik dari segi komunikasi,
teknologi kesehatan atupun peluang untuk para petani. Semuanya didasarkan untuk
mempermudah khalayak dengan menggunakan teknologi.
Interaktifitas masyaarakat dalam berkomuniaksi juga mulai berubah. Adanya
kesenjangan karena mereka memilih untuk berinteraaksi secara virtual dan jarang
untuk mengungkapkan lewat realita. Sekedar hanya genggaman handphone dan akses
internet mereka sudah merasa terpuaskan. Seakan mereka sudah terkena tipu daya
internet dan pengaruh-engaruh didalamnya. Seperti yang dikemukakan Mc Luhan,
dulunya Manusia menciptakan Teknologi, namun sekarang teknologi menciptakan
manusia. Mencipakan budaya baru pada masyarakat. Salah satunya yang mencuit
adalah budaya “menunduk”, mengapa demikian?. Tidak terpungkiri manusia lebih
khawatir mengabaikan handphonennya dari pada mengkhawatirkan orang yang sedang
berbicara dengannya atau menghawatirkan fenomena disekitrnya. Seakan mereka
mempersepsikan bahwa internet sangat disayangkan untuk ditinggalkan.
Namun, ada dua tipikal manusia dalam hadirnya teknologi. Pertama adalah
mereka yang selalu menggunakan dan terperdaya dengan apa didalamnya sedangkan
yang kedua adalah mereka yang menganggap aneh atau menghindari internet karena
pengaruhnya amat kuat. Konstruksi media atau identitas pastinya individu akan
membangun citra baik agar dianggap sebagai individu yang baik pula. Bukan hanya
baik, namun cantik atau bagus, dengan view menarik, atau efek foto luar biasa. Hal
tersebut adalah sebuah konstruksi dimana dia membangun tipu daya pada khalayak
yang melihatnya di internet. Secara tidak langsung pula, segala yang di bagikan
ke situs atau aplikasi akan terekam dan jejak tidak akan membohongi.
Pengaruh kuat pun dari internet saya dapatkan dari akun Youtube Yes
Theory, dimana salah satu vidio yang diunggah adalah mengkontruksikan identitasnya
sebagai Justin Bieber dan berita tersebut booming di Amerika Serikat. Disana terlihat
fake Justine berpakaian ala Justin dengan rambut dan kumis pirangnya.
Tim akun tersebut mempotret dengan ‘fake’ Justin sedang memakan Burrito
(salah satu makanan Amerika) dan ia pubish di media sosial seperti twitter,
facebook, instagram, dan situs terkenal lainnya di Amerika. Pada dasarnya,
manusia lebih sering melihat segala sesuatau yang sifannya simbolik atau
visual. Secara tidak langsung mereka yang melihat hasil potret tersebut
meng-oposisi kan dan berpersepsi benar terhadap foto tersebut.
Konstruksi media atau membangun media adalah tergantung bagaimana
kita sebagai pelaku didalamnya memahami bagaimana jalannya media dan jaringan
internet didalamnya. Dari sudut pandang kita sebagai komunikator ataupun
sebagai komunikan. Jika pandangan mengenai komunikan, kita dituntut untuk
menjadi seseorang yang memahami mana benar dan salah. Mudah sekali seorang
komunikan mengkontruksikan, bukan hanya identitas namun juga informasi berita
dan isi konten lainnya. Perubahan pola pikir bukan hanya berdampak baik, namun
juga dampak buruk yang tidak ada tandingannya. Hoax, juga termasuk konstruksi
media dalma hal penyelewengan informasi, penipuan, dan masih banyak lainnya. Jika
dikaitkan dengan masalah politik sekarang ini, pembentukan persepsi atau opini
masyarakat adalah isi konten di media. Dimana konstuksi digunakan untuk
membentuk opini terhadap paslon satu maupun dua, entah bertambahnya informasi
negatif atau positif dari kedua belah kubu.
Isi media bukan sekedar konten namun bagaimana makna yang tersirat
didalamya. Bermandaat atau tidak pada khalayak dan bertujuan baik untuk masyarakat.
Untuk menghasilkan makna dan bermanfaat berilah informasi yang sekiranya
dibuthkan oleh khalayak. Karena jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi,
isi konten bukan dari komunikator saja, namun komunikan juga bisa menjadi
komunikator dan sebaliknya. Maka tidak heran, jika kontrusksi isi media di
televisi atau internet banyak dari request atau kemauan komunikan. Hasilnya adalah
untuk memuaskan khalayak atas karyanya sebagai komunikator.
Bukan hanya pemetaan idetitas dan jelajahan lainnya, namun juga merujuk
pada interaksi atau candu kita pada internet. Pergunakanlah internet dengan
bijak, jangan sampai kita sebagai komunikator politi mengkonstruksikan isi
media semau dan semudah mungkin tanpa ada riset yang mendasari. Berwawasan luas
memang perlu, tetapi wawasan bukan sedekar didatangkan dari hasil penelusuran
internet. Bahan dan ruang untuk mencari tahu banyak aksesnya, seperti buku dll.
Dafpus:
Chapter 4: Perspective on internet use: Access, Involvement